WELCOME to "Nyayu MIZA" BLOG !!! ~*~ "Salamun'alaikum Bima Shabartum (salam sejahtera semoga dilimpahkan kepada kalian atas kesabaran kalian~*~

Kamis, 25 April 2013

RIndu, Cemburu, malu dan Cinta yang baik itu ???



Di antara bukti kebaikan-kebaikan Dien kita ini adalah perhatiannya terhadap etika yang terpuji.
Dan di antara akhlaq mulia yang disifati oleh masyarakat jahiliah adalah: 'kecemburuan' lelaki dan  perempuan terhadap mahramnya. Bahkan sebahagian dari mereka ada yang berlebihan dan melampaui batas, hingga ada yang sampai pada batas mengubur bayi perempuan mereka hanya karena rasa khawatir anaknya akan terjerumus pada perbuatan keji jika ia besar nanti.
Maka syariat pun melarang hal tersebut, kemudian meluruskan sifat cemburu itu dan menjadikannya di antara cabang keimanan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
إن الله يغار, وإن المؤمن يغار, وغيرة الله أن يأتي المؤمن ما حرم الله عليه / رواه الإمام أحمد والبخاري ومسلم
"Sesungguhnya Allah cemburu, orang beriman cemburu, dan cemburuNya Allah jika seorang Mu'min melakukan apa yang Allah haramkan atasnya" (HR. Imam Ahmad, al-Bukhari dan Muslim)

Beliau bersabda dalam khutbahnya ketika terjadi gerhana matahari :
يا أمة محمد, ما أحد أغير من الله / رواه البخاري ومسلم
"Wahai ummat Muhammad, tak seorang pun yang lebih pecemburu dari Allah" (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Beliau juga bersabda:
إن من الغيرة ما يحب الله.../ رواه الإمام أحمد وأبو داود والنسائي
"Sesungguhnya ada di antara sifat cemburu yang Allah cintai" (HR.Ahmad, Abu Daud dan an-Nasa'i)

Dan ketika Saad bin Ubadah berkata :"Andai aku mendapati seorang lelaki bersama istriku, pasti ia akan kutebas dengan mata pedangku," Nabi pun bersabda, "Apakah kalian kagum dengan kecemburuan Saad?, sesungguhnya Aku lebih pecemburu darinya, dan Allah lebih pecemburu dariku."(HR. al-Bukhari dan Muslim)

Para sahabat telah menghiasi diri-diri mereka dengan etika nubuwah ini dan berpegang teguh dengannya, sama halnya dengan kewajiban-kewajiban beriman beserta cabang-cabangnya. Maka bukanlah hal yang aneh jika seseorang di antara mereka membunuh atau dibunuh lantaran menjaga perkara ini.

Ibnu Hisyam meriwayatkan bahwa seorang wanita dari bangsa Arab datang ke pasar untuk menjual barang dagangannya, ia menjualnya di pasar Bani Qainuqa' (salah satu kabilah yahudi), ia pun duduk di dekat tukang emas. Maka orang-orang yahudi menginginkan agar wajahnya tersingkap, akan tetapi ia menolak. Tukang emas itu pun sengaja mengikat kedua ujung kainnya ke punggungnya tanpa ia sadari, sehingga ketika wanita itu berdiri nampaklah auratnya. Mereka pun menertawakannya, maka wanita itu berteriak. Seorang lelaki dari kaum muslimin melompat dan lanngsung membunuh tukang emas yahudi itu, kemudian orang-orang yahudi pun membunuhnya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi mereka dan mengepungnya hingga mereka tunduk di bawah perintahnya, kemudian mengusir mereka ke negeri Syam.

Beginilah para salaf (pendahulu) ummat ini berlalu. Dan kaum muslimin tidak lemah dan atau berlebihan dalam mengaplikasikan akhlak ini meskipun pada masa-masa surut yang di lalui ummat Islam. Tatkala kaum Salibis menjajah sebagian kepingan wilayah kaum muslimin di negeri Syam -penjajahan yang berlangsung selama kurang lebih dua abad dan masa yang terkadang menumbuhkan kekhawatiran di hati bahwa mereka akan tatap menjajah hingga turunnya Nabi Isa putera Maryam 'alaihissalam- ahli sejarah mencatat bahwa kaum muslimin memandang orang-orang Salibis dengan tatapan hina dan rendah, dan bahwa mereka adalah 'Dayayits'; seseorang di antara mereka berjalan bersama istrinya, kemudian bertemu dengan kawan lelaki istrinya, maka sang suami berdehem agar memberi kesempatan kepada sang istri untuk bercakap dengan kawannya semau mereka.

BEBERAPA GAMBARAN KURANGNYA SIFAT CEMBURU
Dan kita di negeri ini – semoga Allah memakmurkannya dengan ketaatan- dalam perkara ini, masih lebih baik dari yang lainnya, meskipun ada sebahagian orang yang begitu jelas kelalaiannya.

Anda bisa melihat, di antara mereka ketika di atas mobil, istrinya turun dan bercakap panjang lebar padahal ia seharusnya menemaninya.

Ada yang istrinya bercampur baur dengan lelaki asing ; dengan sopir mobil, penjual di toko, dokter di klinik, atau selainnya tanpa merasa bersalah sedikit pun. Padahal Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersanda:
ألا لا يخلون رجل بامرأة إلا كان ثالثهما الشيطان / رواه الإمام أحمد والترمذي
"Ketahuilah, bahwa tidaklah berdua seorang lelaki dan perempuan kecuali pihak ketiganya adalah setan" (HR. Imam Ahmad dan at-Tirmidzi)

Demikian pula seorang lelaki yang membiarkan istrinya -atau siapa yang saja yang merupakan tanggung jawabnya- keluar rumah dengan memakai pakaian yang menampakkan sebahagian anggota badan, atau lekuk tubuhnya dengan pakaian ketat atau tipis.
Demikian halnya gambaran kurangnya rasa cemburu adalah keluarnya para lelaki bersama istri-istri mereka atau dengan mahramnya yang lain ketempat-tempat umum yang memungkinkan terjadinya ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan perempuan non mahram) dan saling memandang di antara mereka.

Dan seorang lelaki membiarkan istrinya bepergian tanpa ditemani mahram. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لا يخلون رجل بامرأة إلا ومعها محرم, ولا تسافر المرأة إلا مع ذي محرم
"Tidaklah bercampur seorang lelaki dengan seorang wanita kecuali disertai mahram, dan tidak bepergian seorang wanita kecuali bersama mahram"
Seorang lelaki berdiri dan berkata : "Wahai Rasulullah, sesungguhnya istriku berangkat untuk berhaji, dan aku telah tercatat dalam peperangan ini dan ini," maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
انطلق فحج مع امرأتك...
"Kembali dan berhajilah bersama istrimu" (HR.al-Bukhari dan Muslim)

Sahabat ini adalah seorang mujahid (yang sedang berjihad) di jalan Allah Azza wa Jall, kemudian Nabi menyuruhnya meninggalkan medan jihad untuk kembali menemani istrinya yang tengah melaksanakan perjalanan mulia yaitu menunaikan ibadah haji. Meski dengan kelembutannya, mereka adalah orang-orang yang paling suci dan bertaqwa, padahal sang istri pun telah berangkat dan berlalu, namun demikian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata "kembali dan berhajilah bersama istrimu."

PENYEBAB SEMUA ITU
~> Gambaran tersebut diatas adalah fakta yang telah terjadi dan disaksikan. Maka jelaslah bahwa hal yang sangat penting –wa lillahilhamd- adalah menjaga kehormatan dan cemburu atasnya. Dan apakah penyebab hilangnya pada sebagian orang sifat cemburu dan rasa malu?, sebelum membahas hal ini, kita akan berbicara tentang kedudukan dan posisi malu dalam ad-dien ini.

SIFAT MALU
Malu adalah salah satu cabang keimanan, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka barang siapa yang kurang rasa malunya berarti bukti lemah imannya. Dalam as-Shahihain (kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim) dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:  الحياء لا يأتي إلا بخير  artinya "Tidaklah muncul rasa malu kecuali dengan kebaikan"

Pada riwayat Muslim : الحياء خير كل artinya "Malu itu baik semuanya"

Diriwayatkan dari Salman al-Farisi radiallahu 'anhu bahwa Beliau berkata:
إن الله إذا أراد بعبد هلاكا نزع منه الحياء, فإذا نزع منه الحياء, لم تلقه إلا مقيتا ممقتا
"Sesungguhnya jika Allah menginginkan kehancuran terhadap seorang hamba, Ia akan mencabut sifat malu darinya, maka jika sifat malu itu telah diangkat darinya, kamu 'tak 'kan menemuinya kecuali (ia dalam keadaan) dibenci dan memuakkan"

Seorang penyair berkata:
فلا والله ما في العيش خير ولا الدنيا إذا ذهب الحياء
يعيش المرء ما استحيا بخير ويبقى العود ما بقي اللحاء
Sekali-kali tidak –demi Allah- tak ada kebaikan dalam hidup dan tidak pula Dunia, jika malu telah hilang.
Selama ada rasa malu, orang akan hidup baik, namun tidak bagi yang bermuka tebal.

Penyair lain berkata :
إن كأني أرى من لا حياء له ولا أمانة وسط الناس عريانا
Sungguh aku melihat orang yang tak punya rasa malu dan tak amanah telanjang di tengah-tengah manusia

Dan kurangnya rasa malu -terlebih khusus bagi kaum wanita- memiliki sebab, di antaranya:
Kelalaian dalam mendidik di masa kecil. Bisa karena biasa, siapa yang terbiasa pada masa kecilnya, ia akan membawanya hingga ia beruban.
Banyak berinteraksi dan berbicara dengan laki-laki ajaanib (bukan mahram).
Bergaul dengan orang yang kurang rasa malunya, atau selalu menyaksikan mereka akibat seringnya bepergian, atau melihatnya di pasar-pasar, di tempat-tempat hiburan, atau karena menonton sinetron dan selain dari itu. Sebab, akhlaq –baik buruknya- adalah hasil pergaulan.
Dan mungkin penyebab utamanya adalah: terlalu seringnya seorang wanita keluar rumah, Allah 'Azza wa Jall berfirman :
وقرن في بيوتكن / الأحزاب 33
"Tinggallah kalian di rumah-rumah kalian…!" (QS.al-Ahzab :33)
At-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang baik bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
المرأة عورة وإنها إذا خرجت من بيتها استشرفها الشيطان, وإنها لا تكون أقرب إلى الله منها في قعر بيتها
"Wanita adalah aurat, jika ia keluar rumah syaitan akan menghiasinya, dan ia tidak lebih dekat kepada Allah dari luar rumah nya dari pada di dalam rumahnya"
Dalam hadits lain, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
لا تمنعوا نساءكم المساجد, وبيوتهن خير لهن / رواه الإمام أحمد وأبو داد
"Janganlah melarang wanita-wanita kalian untuk ke Masjid, namun rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka" (HR. al-Imam Ahmad dan Abu daud)

Berkata al-Hafidz ad-Dimyati rahimahullah: "Ibnu Khuzaimah dan sekelompok para 'ulama telah menerangkan dengan jelas bahwa shalat di rumahnya (bagi wanita) lebih afdhal dari shalat di masjid, walaupun di masjid Makkah, Madinah atau Bait al-Maqdis"
Maka hendaklah berhati-hati bagi yang berakal dan bijaksana, bahwa apa yang telah mewabah pada sebagian negeri kaum muslimin dari kerusakan dan hilangnya rasa malu tidaklah terjadi dalam satu ledakan, tetapi ia berawal dari sesuatu yang teramat sederhana kemudian terjadilah apa yang telah terjadi.
Selanjutnya – wahai muslim- aplikasikanlah persaksianmu bahwa Muhammad adalah Rasul Allah dengan membenarkan apa yang ia kabarkan, mentaati apa yang ia perintahkan dan menjauhi apa yang Ia larang dan Ia bentak. Janganlah menyelisihi perintahnya karena memperturutkan hawa nafsu atau karena kepentingan seseorang ataupun karena sebab-sebab lain. Sesungguhnya Allah telah berfirman:
فليحذر الذين يخالفون عن أمره أن تصيبهم فتنة أو يصيبهم عذاب أليم
(an-Nur : 63)

Banyak orang berbicara tentang masalah ini tapi tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Atau tidak menjelaskan batasan-batasan dan maknanya secara syar’i. Dan kapan seseorang itu keluar dari batasan-batasan tadi. Dan seakan-akan yang menghalangi untuk membahas masalah ini adalah salahnya pemahaman bahwa pembahasan masalah ini berkaitan dengan akhlaq yang rendah dan berkaitan dengan perzinahan, perkataan yang keji. Dan hal ini adalah salah. Tiga perkara ini adalah sesuatu yang berkaitan dengan manusia yang memotivasi untuk menjaga dan mendorong kehormatan dan kemuliaannya. Aku memandang pembicaraan ini yang terpenting adalah batasannya, penyimpangannya, kebaikannya, dan kejelekannya. Tiga kalimat ini ada dalam setiap hati manusia, dan mereka memberi makna dari tiga hal ini sesuai dengan apa yang mereka maknai.


Cinta (Al-Hubb)
Cinta yaitu Al-Widaad yakni kecenderungan hati pada yang dicintai, dan itu termasuk amalan hati, bukan amalan anggota badan/dhahir. Pernikahan itu tidak akan bahagia dan berfaedah kecuali jika ada cinta dan kasih sayang diantara suami-isteri. Dan kuncinya kecintaan adalah pandangan. Oleh karena itu, Rasulullah Sawmenganjurkan pada orang yang meminang untuk melihat pada yang dipinang agar sampai pada kata sepakat dan cinta, seperti telah kami jelaskan dalam bab Kedua.

Sungguh telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Nasa’i dari Mughirah bin Su’bah r.a berkata : “Aku telah meminang seorang wanita”, lalu Rasulullah Sawbertanya kepadaku : “Apakah kamu telah melihatnya ?” Aku berkata : “Belum”, maka beliau bersabda : “Maka lihatlah dia, karena sesungguhnya hal itu pada akhirnya akan lebih menambah kecocokan dan kasih sayang antara kalian berdua”

Sesungguhnya kami tahu bahwa kebanyakan dari orang-orang, lebih-lebih pemuda dan pemudi, mereka takut membicarakan masalah “cinta”, bahkan umumnya mereka mengira pembahasan cinta adalah perkara-perkara yang haram, karena itu mereka merasa menghadapi cinta itu dengan keyakinan dosa dan mereka mengira diri mereka bermaksiat, bahkan salah seorang diantara mereka memandang, bila hatinya condong pada seseorang berarti dia telah berbuat dosa.

Kenyataannya, bahwa di sini banyak sekali kerancuan-kerancuan dalam pemahaman mereka tentang “cinta” dan apa-apa yang tumbuh dari cinta itu, dari hubungan antara laki-laki dan perempuan. Dimana mereka beranggapan bahwa cinta itu suatu maksiat, karena sesungguhnya dia memahami cinta itu dari apa-apa yang dia lihat dari lelaki-lelaki rusak dan perempuan-perempuan rusak yang diantara mereka menegakkan hubungan yang tidak disyariatkan. Mereka saling duduk, bermalam, saling bercanda, saling menari, dan minum-minum, bahkan sampai mereka berzina di bawah semboyan cinta. Mereka mengira bahwa ‘cinta’ tidak ada lain kecuali yang demikian itu. Padahal sebenarnya tidak begitu, tetapi justru sebaliknya.

Sesungguhnya kecenderungan seorang lelaki pada wanita dan kecenderungan wanita pada lelaki itu merupakan syahwat dari syahwat-syahwat yang telah Allah hiaskan pada manusia dalam masalah cinta. Artinya Allah menjadikan di dalam syahwat apa-apa yang menyebabkan hati laki-laki itu cenderung pada wanita, sebagaimana firman Allah Swt :
["Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak,..."] Ali-’Imran : 14

Allah lah yang menghiasi bagi manusia untuk cinta pada syahwat ini, maka manusia mencintainya dengan cinta yang besar, dan sungguh telah tersebut dalam hadits bahwa Nabi Saw bersabda :
["Diberi rasa cinta padaku dari dunia kalian : wanita dan wangi-wangian dan dijadikan penyejuk mataku dalam sholat"] HR Ahmad, Nasa’i, Hakim dan Baihaqi.

Andaikan tidak ada rasa cinta lelaki pada wanita atau sebaliknya, maka tidak ada pernikahan, tidak ada keturunan dan tidak ada keluarga. Namun, Allah Swt tidaklah menjadikan lelaki cinta pada wanita atau sebaliknya supaya menumbuhkan diantara keduanya hubungan yang diharamkan, tetapi untuk menegakkan hukum-hukum yang disyari’atkan dalam bersuami isteri, sebagaimana tercantum dalam hadits Ibnu Majah, dari Abdullah bin Abbas r.a berkata : telah bersabda Rasulullah Saw:
["Tidak terlihat dua orang yang saling mencintai, seperti pernikahan"]

Dan agar orang-orang Islam menjauhi jalan-jalan yang rusak atau keji, maka Allah telah menyuruh yang pertama kali agar menundukan pandangan, karena ‘pandangan’ itu kuncinya hati, dan Allah telah haramkan semua sebab-sebab yang mengantarkan pada fitnah, dan kekejian, seperti berduaan dengan orang yang bukan mahramnya, bersenggolan, bersalaman, berciuman antara lelaki dan wanita, karena perkara ini dapat menyebabkan condongnya hati. Maka bila hati telah condong, dia akan sulit sekali menahan jiwa setelah itu, kecuali yang dirahmati Allah Swt.

Bahwa Allah tidak akan menyiksa manusia dalam kecenderungan hatinya. Akan tetapi manusia akan disiksa dengan sebab jika kecenderungan itu diikuti dengan amalan-amalan yang diharamkan. Contohnya : apabila lelaki dan wanita saling pandang memandang atau berduaan atau duduk cerita panjang lebar, lalu cenderunglah hati keduanya dan satu sama lainnya saling mencinta, maka kecondongan ini tidak akan menyebabkan keduanya disiksanya, karena hal itu berkaitan dengan hati, sedang manusia tidak bisa untuk menguasai hatinya. Akan tetapi, keduanya diazab karena apa yang dia lakukan. Dan karena keduanya melakukan sebab-sebab yang menyampaikan pada ‘cinta’, seperti perkara yang telah kami sebutkan. Dan keduanya akan dimintai tajawab, dan akan disiksa juga dari setiap keharaman yang dia perbuat setelah itu.

Adapun cinta yang murni yang dijaga kehormatannya, maka tidak ada dosa padanya, bahkan telah disebutkan olsebagian ulama seperti Imam Suyuthi, bahwa orang yang mencintai seseorang lalu menjaga kehormatan dirinya dan dia menyembunyikan cintanya maka dia diberi pahala, sebagaimana akan dijelaskan dalam ucapan kami dalam bab ‘Rindu’. Dan dalam keadaan yang mutlak, sesungguhnya yang paling selamat yaitu menjauhi semua sebab-sebab yang menjerumuskan hati dalam persekutuan cinta, dan mengantarkan pada bahaya-bahaya yang banyak, namun …..sangat sedikit mereka yang selamat.

Rindu (Al-’Isyq)
Rindu itu ialah cinta yang berlebihan, dan ada rindu yang disertai dengan menjaga diri dan ada juga yang diikuti dengan kerendahan. Maka rindu tersebut bukanlah hal yang tercela dan keji secara mutlak. Tetapi bisa jadi orang yang rindu itu, rindunya disertai dengan menjaga diri dan kesucian, dan kadang-kadang ada rindu itu disertai kerendahan dan kehinaan.
Sebagaimana telah disebutkan, dalam ucapan kami tentang cinta maka rindu juga seperti itu, termasuk amalan hati, yang orang tidak mampu menguasainya. Tapi manusia akan dihisab atas sebab-sebab yang diharamkan dan atas hasil-hasilnya yang haram. Adapun rindu yang disertai dengan menjaga diri padanya dan menyembunyikannya dari orang-orang, maka padanya pahala, bahkan Ath-Thohawi menukil dalam kitab Haasyi’ah Marakil Falah dari Imam Suyuthi yang mengatakan bahwa termasuk dari golongan syuhada di akhirat ialah orang-orang yang mati dalam kerinduan dengan tetap menjaga kehormatan diri dan disembunyikan dari orang-orang meskipun kerinduan itu timbul dari perkara yang haram sebagaimana pembahasan dalam masalah cinta.

Makna ucapan Suyuthi adalah orang-orang yang memendam kerinduan baik laki-laki maupun perempuan, dengan tetap menjaga kehormatan dan menyembunyikan kerinduannya sebab dia tidak mampu untuk mendapatkan apa yang dirindukannya dan bersabar atasnya sampai mati karena kerinduan tersebut maka dia mendapatkan pahala syahid di akhirat. Hal ini tidak aneh jika fahami kesabaran orang ini dalam kerinduan bukan dalam kefajiran yang mengikuti syahwat dan dia bukan orang yang rendah yang melecehkan kehormatan manusia bahkan dia adalah seorang yang sabar, menjaga diri meskipun dalam hatinya ada kekuatan dan ada keterkaitan dengan yang dirindui, dia tahan kekerasan jiwanya, dia ikat anggota badannya sebab ini di bawah kekuasaannya. Adapun hatinya dia tidak bisa menguasai maka dia bersabar atasnya dengan sikap afaf (menjaga diri) dan menyembunyikan kerinduannya sehingga dengan itu dia mendapat pahala.

Cemburu (Al-Ghairah)
Cemburu ialah kebencian seseorang untuk disamai dengan orang lain dalam hak-haknya, dan itu merupakan salah satu akibat dari buah cinta. Maka tidak ada cemburu kecuali bagi orang yang mencintai. Dan cemburu itu termasuk sifat yang baik dan bagian yang mulia, baik pada laki-laki atau wanita.

Ketika seorang wanita cemburu maka dia akan sangat marah ketika suaminya berniat kawin dan ini fitrah padanya. Sebab perempuan tidak akan menerima madunya karena kecemburuannya pada suami, dia senang bila diutamakan, sebab dia mencintai suaminya. Jika dia tidak mencintai suaminya, dia tidak akan peduli (lihat pada bab I). Kita tekankan lagi disini bahwa seorang wanita akan menolak madunya, tetapi tidak boleh menolak hukum syar’i tentang bolehnya poligami. Penolakan wanita terhadap madunya karena gejolak kecemburuan, adapun penolakan dan pengingkaran terhadap hukum syar’i tidak akan terjadi kecuali karena kelalaian dan kesesatan. Adapun wanita yang shalihah, dia akan menerima hukum-hukum syariat dengan tanpa ragu-ragu, dan dia yakin bahwa padanya ada semua kebaikan dan hikmah. Dia tetap memiliki kecemburuan terhadap suaminya serta ketidaksenangan terhadap madunya.

Kami katakan kepada wanita-wanita muslimah khususnya, bahwa ada bidadari yang jelita matanya yang Allah Swt jadikan mereka untuk orang mukmin di sorga. Maka wanita muslimat tidak boleh mengingkari adanya ‘bidadari’ ini untuk orang mukmin atau mengingkari hal-hal tersebut, karena dorongan cemburu. Maka kami katakan padanya :
Dia tidak tahu apakah dia akan berada bersama suaminya di surga kelak atau tidak.
Bahwa cemburu tidak ada di surga, seperti yang ada di dunia.
Bahwasanya Allah Swt telah mengkhususkan juga bagi wanita dengan kenikmatan-kenikmatan yang mereka ridlai, meski kita tidak mengetahui secara rinci.
Surga merupakan tempat yang kenikmatannya belum pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga dan terbetik dalam hati manusia, seperti firman Allah Swt
["Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan"] As-Sajdah : 17

Oleh karena itu, tak seorang pun mengetahui apa yang tersembunyi bagi mereka dari bidadari-bidadari penyejuk mata sebagai balasan pada apa-apa yang mereka lakukan. Dan di sorga diperoleh kenikmatan-kenikmatan bagi mukmin dan mukminat dari apa-apa yang mereka inginkan, dan juga didapatkan hidangan-hidangan, dan akan menjadi saling ridho di antara keduanya sepenuhnya. Maka wajib bagi keduanya (suami-isteri) di dunia ini untuk beramal sholeh agar memperoleh kebahagiaan di sorga dengan penuh kenikmatan dan rahmat Allah Swt yang sangat mulia lagi pemberi rahmat.

Adapun kecemburuan seorang laki-laki pada keluarganya dan kehormatannya, maka hal tersebut ‘dituntut dan wajib’ baginya karena termasuk kewajiban seorang laki-laki untuk cemburu pada kehormatannya dan kemuliaannya. Dan dengan adanya kecemburuan ini, akan menolak adanya kemungkaran di keluarganya. Adapun contoh kecemburuan dia pada isteri dan anak-anaknya, yaitu dengan cara tidak rela kalau mereka telanjang dan membuka tabir di depan laki-laki yang bukan mahramnya, bercanda bersama mereka, hingga seolah-olah laki-laki itu saudaranya atau anak-anaknya.
Anehnya bahwa kecemburuan seperti ini, di jaman kita sekarang dianggap ekstrim-fanatik, dan lain-lain. Akan tetapi akan hilang keheranan itu ketika kita sebutkan bahwa manusia di jaman kita sekarang ini telah hidup dengan adat barat yang jelek. Dan maklum bahwa masyarakat barat umumnya tidak mengenal makna aib, kehormatan dan tidak kenal kemuliaan, karena serba boleh (permisivisme), mengumbar hawa nafsu kebebasan saja. Maka orang-orang yang mengagumi pada akhlaq-akhlaq barat ini tidak mau memperhatikan pada akhlaq Islam yang dibangun atas dasar penjagaan kehormatan, kemuliaan dan keutamaan.

Sesungguhnya Rasulullah Saw telah mensifati seorang laki-laki yang tidak cemburu pada keluarganya dengan sifat-sifat yang jelek, yaitu ‘Dayyuuts’. Sungguh ada dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabraani dari Amar bin Yasir r.a, serta dari Al-Hakim, Ahmad dan Baihaqi dari Abdullah bin Amr r.a, dari Nabi Saw bahwa ada tiga golongan yang tidak akan masuk surga yaitu peminum khomr, pendurhaka orang tua dan dayyuts. Kemudian Nabi menjelaskan tentang dayyuts, yaitu orang yang membiarkan keluarganya dalam kekejian atau kerusakan, dan keharaman.

MENGENDALIKAN RASA CEMBURU DALAM RUMAH TANGGA
Oleh
Ustadz Abu Sa'ad M Nurhuda

Menurut 'Abdullah bin Syaddad, ada dua jenis ghirah. Pertama, ghirah yang dengannya seseorang dapat memperbaiki keadaan keluarga. Kedua, ghirah yang dapat meyebabkannya masuk neraka.
Ditinjau dari nilainya di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala, cemburu ada dua macam. Dalam sebuah hadist disebutkan, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi was allam bersabda:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ قَالَ: إِنَّ مِنَ الْغِيْرَةَ مَا يُحِبُّ اللهُ وَمِنْهَا مَا يَبْغُضُ اللهُ فَالْغِيْرَةُ الَّتِيْ يُحِبُّ اللهُ الْغِيْرَةُ فِيْ الرَّيْبَةِ وَالْغِيْرَةُ الَّتِيْ يَبْغُضُ اللهُ الْغِيْرَةُ فِيْ غَيْرِ الرَّيْبَةِ
"Ada jenis cemburu yang dicintai AllahSubhanahu wa Ta'ala, adapula yang dibenci-Nya. Yang disukai, yaitu cemburu tatkala ada sangkaan atau tuduhan. Sedangkan yang dibenci, yaitu adalah yang tidak dilandasikeraguan"

Disebutkan di dalam hadits, bahwa Saad bin Ubadah Radhiyallahu 'anhu berkata:
قَالَ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ : لَوْ رَأَيْتُ رَجُلاً مَعَ امْرَأَتِيْ لَضَرَبْتُهُ بِالسَّيْفِ غَيْرَ مُصَفِّحٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَتَعْجَبُوْنَ مِنْ غِيْرَةِ سَعْدٍ لأَنَا أَغْيَرُ مِنْهُ وَاللهُ أَغْيَرُ مِنِّيْ
"Sekiranya aku melihat seorang laki-laki bersama dengan isteriku, niscaya akan kutebas ia dengan pedang," ucapan itu akhirnya sampai kepada Rasulullah. Lalu beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,”Apakah kalian merasa heran terhadap kecemburuan Saad? Demi Allah, aku lebih cemburu daripadanya, dan Allah lebih cemburu daripadaku.”

Ditinjau dari sisi yang lain, cemburu ada dua macam. Pertama, ghirah lil mahbub (cemburu membela orang yang dicintai). Kedua, ghirah 'alal-mahbub (cemburu membela agar jangan sampai ada orang lain yang juga mencintai orang yang dicintainya).

Ghirah lil mahbub adalah pembelaan seseorang terhadap orang yang dicintai, disertai dengan emosi demi membelanya, ketika hak dan kehormtan orang yang dicintai diabaikan atau dihinakan. Dengan adanya penghinaan tersebut, ia marah demi yang dicintainya, kemudian membelanya dan berusaha melawan orang yang menghina tadi. Inilah cemburu sang pecinta yang sebenarnya. Dan ini pula ghirah para rasul dan pengikutnya terhadap orang-orang yang menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta'ala, serta melanggar syariat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Jenis ghirah inilah yang semestinya dimiliki seorang muslim, untuk membela Allah Subhanahu wa Ta'ala, Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam dan agama-Nya. Adapun ghirah 'alal-mahbub adalah kecemburuan terhadap orang lain yang ikut mencintai orang yang dicintainya. Jenis ghirah inilah yang hendak kita kupas pada pembahasan ini.

BEBERAPA CONTOH KECEMBURUAN SEBAGIAN ISTERI NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM
Disebutkan dalam sebuah riwayat, Anas Radhiyallahu 'anhu berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ بَعْضِ نِسَائِهِ فَأَرْسَلْتْ إِحْدَى أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِيْنَ بِصَحْفَةٍ فِيْهَا طَعُامٌ فَضَرَبَتِ الَّتِيْ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ بَيْتِهَا يَدَّ الْخَادِمِ فَسَقَطَتِ الصَّحْفَةُ فاَنْفَلَقَتْ فَجَمَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلْقَ الصَّحْفَةِ ثُمَّ جَعَلَ يَجْمَعُ فِيْهَا الطَّعَامَ الَّذِيْ كَانَ فِيْ الصَّحْفَةِ وَيَقُوْلُ: غَارَتْ أُمُّكُمْ ثُمَّ حُبِسَ الْخَادِمُ حَتَّى أَتَى بِصَحْفَةٍ مِنْ عِنْدِ الَّتِيْ هُوَ فِيْ بَيْتِهَا فَدَفَعَ الصَّحْفَةَ الصَّحِيْحَةَ إِلَى الَّتِيْ كَسَّرَتْ صَحْفَتَهَا وَأَمْسَكَ الْمَكْسُوْرَةَ فِيْ بَيْتِ الَّتِيْ كَسَّرَتْ
"Suatu ketika Nabi di rumah salah seorang isteri beliau. Tiba-tiba isteri yang lain mengirim mangkuk berisi makanan. Melihat itu, isteri yang rumahnya kedatangan Rasul memukul tangan pelayan pembawa makanan tersebut, maka jatuhlah mangkuk tersebut dan pecah. Kemudian Rasul mengumpulkan kepingan-kepingan pecahan tersebut serta makanannya, sambil berkata: "Ibu kalain sedang cemburu,” lalu Nabi menahan pelayan tersebut, kemudian beliau memberikan padanya mangkuk milik isteri yang sedang bersama beliau untuk diberikan kepada pemiliki mangkuk yang pecah. Mangkuk yang pecah beliau simpan di rumah isteri yang sedang bersama beliau"
Ibnu Hajar menjelaskan bahwa isteri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang memecahkan mangkuk adalah 'Aisyah Ummul Mu’minin, sedangkan yang mengirim makanan adalah Zainab binti Jahsy.
Dalam hadist yang lain diriwayatkan:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ: مَا غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا غِرْتُ عَلَى خَدِيْجَةَ لِكَثْرَةِ ذِكْرِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِيَّاهَا وَثَنَائِهِ عَلَيْهَسا
"Dari 'Aisyah: “Aku tidak cemburu kepada seorang wanita terhadap Rasulullah sebesar cemburuku kepada Khadijah, sebab beliau selalu menyebut namanya dan memujinya"

Dalam sebuah riwayat disebutkan, 'Aisyah berkata: “Tatkala pada suatu malam yang Nabi berada di sampingku, beliau mengira aku sudah tidur, maka beliau keluar. Lalu aku (pun) pergi mengikutinya. (Aku menduga beliau pergi ke salah satu isterinya dan aku mengikutinya sehingga beliau sampai di Baqi’). Beliau belok, aku pun belok. Beliau berjalan cepat, aku pun berjalan cepat, akhirnya aku mendahuluinya. Lalu beliau bersabda: “Kenapa kamu, hai 'Aisyah, dadamu berdetak kencang?”Lalu aku mengabarkan kepada beliau kejadian yang sesungguhnya, beliau bersabda: “Apakah kamu mengira bahwa Allah dan Rasul-Nya akan menzhalimimu?”

NASIHAT BAGI WANITA DALAM MENGENDALIKAN PERASAAN CEMBURU
Sebagaimana fenomena yang kita lihat dalam kehidupan rumah tangga pada umumnya, tampaklah bahwa sifat cemburu itu sudah menjadi tabiat setiap wanita, siapun orangnya dan bagaimanapun kedudukannya. Akan tetapi, hendaklah perasaan cemburu ini dapat dikendalikan sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan masalah yang bisa menghancurkan kehidupan rumah tangga.

Berikut beberapa nasihat yang perlu diperhatikan oleh para isteri untuk menjaga keharmonisan kehidupan rumah tangga, sehingga tidak ternodai oleh pengaruh perasaan cemburu yang berlebihan.
~> 1). Seorang isteri hendaklah bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan bersikap pertengahan dalam hal cemburu terhadap suami. Sikap pertengahan dalam setiap perkara merupakan bagian dari kesempurnaan agama dan akal seseorang. Dikatakan oleh Nabi Shallalahu 'alaihi wa sallam kepada 'Aisyah Radhiyallahu 'anha : "Hai 'Aisyah, bersikaplah lemah-lembut, sebab jika Allah menginginkan kebaikan pada sebuah keluarga, maka Dia menurunkan sifat kasih-Nya di tengah-tengah keluarga tersebut". Dan sepatutnya seorang isteri meringankan rasa cemburu kepada suami, sebab bila rasa cemburu tersebut melampaui batas, bisa berubah menjadi tuduhan tanpa dasar, serta dapat menyulut api di hatinya yang mungkin tidak akan pernah padam, bahkan akan menimbulkan perselisihan di antara suami isteri dan melukai hati sang suami. Sedangkan isteri akan terus hanyut mengikuti hawa nafsunya.
2). Wanita pecemburu, lebih melihat permasalahan dengan perasaan hatinya daripada indera matanya. Ia lebih berbicara dengan nafsu emosinya dari pada pertimbangan akal sehatnya. Sehingga sesuatu masalah menjadi berbalik dari yang sebenarnya. Hendaklah hal ini disadari oleh kaum wanita, agar mereka tidak berlebihan mengikuti perasaan, namun juga mempergunakan akal sehat dalam melihat suatu permasalahan.
3). Dari kisah-kisah kecemburuan sebagian isteri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut, bisa diambil pelajaran berharga, bahwa sepatutnya seorang wanita yang sedang dilanda cemburu agar menahan dirinya, sehingga perasaan cemburu tersebut tidak mendorongnya melakukan pelanggaran syari'at, berbuat zhalim, ataupun mengambil sesuatu yang bukan haknya. Maka janganlah mengikuti perasaan secara membabi buta.
4). Seorang isteri yang bijaksana, ia tidak akan menyulut api cemburu suaminya. Misalnya, dengan memuji laki-laki lain di hadapannya atau menampakkan kekaguman terhadap penampilan laki-laki lain, baik pakainnya, gaya bicaranya, kekuatan fisiknya dan kecerdasannya. Bahkan sangat menyakitkan hati suami, jika seorang isteri membicarakan tentang suami pertamanya atau sebelumnya. Rata-rata laki-laki tidak menyukai itu semua. Karena tanpa disadarinya, pujian tersebut bermuatan merendahkan "kejantanan"nya, serta mengurangi nilai kelaki-lakiannya, meski tujuan penyebutan itu semua adalah baik. Bahkan, walaupun suami bersumpah tidak terpengaruh oleh ungkapannya tersebut, tetapi seorang isteri jangan melakukannya. Sebab seorang suami tidak akan bisa melupakan itu semua selama hidupnya.
5). Ketahuilah wahai para isteri! Bahwa yang menjadi keinginan laki-laki di lubuk hatinya adalah jangan sampai ada orang lain dalam hati dan jiwamu. Tanamkan dalam dirimu bahwa tidak ada lelaki yang terbaik, termulia, dan lainnya selain dia.
6). Wahai, para isteri! Jadikanlah perasaan cemburu kepada suami sebagai sarana untuk lebih mendekatkan diri kepadanya. Jangan menjadikan ia menoleh kepada wanita lain yang lebih cantik darimu. Berhias dirilah, jaga penampilan di hadapannya agar engkau selalu dicintai dan disayanginya. Cintailah sepenuh hatimu, sehingga suami tidak membutuhkan cinta selain darimu. Bahagiakan ia dengan seluruh jiwa, perasaan dan daya tarikmu, sehingga suami tidak mau berpisah atau menjauh darimu. Berikan padanya kesempatan istirahat yang cukup. Perdengarkan di telinganya sebaik-baik perkataan yang engkau miliki dan yang paling ia senangi.
7). Wahai, para isteri! Janganlah engkau mencela kecuali pada dirimu sendiri, bila saat suamimu datang wajahnya dalam keadaan bermuram durja. Jangan menuduh –salah- kecuali pada dirimu sendiri, bila suamimu lebih memilih melihat orang lain dan memalingkan wajah darimu. Dan jangan pula mengeluh bila engkau mendapatkan suamimu lebih suka di luar daripada duduk di dekatmu. Tanyakan kepada dirimu, mana perhatianmu kepadanya? Mana kesibukanmu untuknya? Dan mana pilihan kata-kata manis yang engkau persembahkan kepadanya, serta senyum memikat dan penampilan menawan yang semestinya engkau berikan kepadanya? Sungguh engkau telah berubah di hadapannya, sehingga berubah pula sikapnya kepadamu. Lebih dari itu, engkau melemparkan tuduhan terhadapnya karena cemburu butamu.
8). Dan ingatlah wahai para isteri! Suamimu tidak mencari perempuan selain dirimu. Dia mencintaimu, bekerja untukmu, hidup senantiasa bersamamu, bukan dengan yang lainnya. Bertakwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, ikutilah petunjuk-Nya dan percayalah sepenuhnya kepada suamimu setelah percaya kepada Allah yang senantiasa menjaga hamba-hamba-Nya yang selalu menjaga perintah-perintah-Nya, lalu tunaikanlah yang menjadi kewajibanmu. Jauhilah perasaan was-was, karena setan selalu berusaha untuk merusak dan mengotori hatimu.

TIDAK BOLEHKAH CEMBURU?
Barangkali, di antara para isteri ada yang membantah dan berkata, adalah kebodohon apabila seorang isteri tidak memiliki rasa cemburu pada suaminya, padahal cemburu ini merupakan ungkapan cintanya kepada suaminya, sekaligus sebagai bumbu penyedap yang bisa menimbulkan keharmonisan, kemesraan dan kepuasan batin dalam kehidupan rumah tangga.

Ya, benar! Akan tetapi, apakah pantas bagi seorang isteri yang berakal sehat, jika ia tenggelam dalam rasa cemburunya, sehingga menenggelamkan bahtera kehidupan rumah tangganya, mencabik-cabik jalinan cinta dan kasih-sayang dalam keluarganya, bahkan ia sampai terjangkiti penyakit depresi, buruk sangka yang dapat membawanya kepada penyakit psikis yang kronis, perang batin yang tidak berkesudahan, dan akhirnya merusak akal sehatnya??? Memang sangat tipis, perbedaan antara yang benar dengan yang salah, antara yang sakit dengan yang sehat, antara cemburu yang penuh dengan kemesraan dengan cemburu yang membakar dan menyakitkan hati dikarenakan penyakit kejiwaan yang berat. Namun, tetap ada perbedaan antara cemburu dalam rangka membela kehormatan diri dan kelembutan karena didasari rasa cinta kepada suami, dengan cemburu yang merusak dan membinasakan. Kalau begitu, cemburulah wahai para isteri, dengan kecemburuan yang membahagiakan suamimu, dan menampakkan ketulusan cintamu kepadanya! Tetapi hindarilah kecemburuan yang merusak dan menghancurkan keluargamu. Cemburulah demi memelihara harga diri dan kehormatan suami. Dan lebih utama lagi, cemburu untuk membela agama Allah.

Isteri yang selalu memantau kegiatan suaminya, mencari-cari berita tentangnya, serta selalu menaruh curiga pada setiap aktivitas suaminya, bahkan cemburu kepada teman dan sahabatnya, maka inilah isteri yang bodoh. Dengan sifatnya tersebut, maka kehidupan rumah tangganya, rasa cinta, kepercayaan di antara keduanya akan terputus dan hancur. Dan bagi wanita yang rasa cemburunya tersulut karena suatu sebab, kemudian ia merasa hal itu tidak pada tempatnya, hendaklah ia menyadari kesalahannya, lalu melakukan perbaikan atas sikapnya tersebut. Dan yang paling penting adalah, tidak mengulangi lagi kesalahan serupa di kemudian hari.

KECEMBURUAN LAKI-LAKI
Di antara salah satu adab pergaulan antara suami-isteri, yaitu seorang suami seharusnya bersikap pertengahan dalam hal kecemburuan kepada isteri, sehingga tidak terlalu berlebih-lebihan, atau sebaliknya menganggap remeh sikap cemburu. Hendaknya ia melakukan tindakan preventif. Jangan beriskap lengah terhadap hal-hal yang perlu dikhawatirkan bahayanya. Tetap menjaga isterinya, namun dalam batas-batas yang telah digariskan syari'at. Hal seperti ini dan semisalnya, termasuk jenis cemburu yang terpuji. Adapun sikap cemburu suami yang berlebih-lebihan serta prasangka yang tidak dilandasi bukti dan akal sehat, dan juga selalu mengontrol dan mengawasi isteri dalam segala perbuatannya, maka ini termasuk perbuatan yang tercela lagi diharamkan. Allah berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain" [al Hujurat/49:12]

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga melarang para suami mencari-cari kesalahan isteri. Sebagaimana beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tegaskan dalam hadits: “Ada jenis cemburu yang Allah membencinya. Yaitu kecemburuan suami kepada isteri yang tidak disertai adanya indikasi kuat yang mendukungnya".[8]

Barangsiapa mengabaikan sifat cemburu yang bisa lebih menguatkan hubungan cinta di antara suami isteri, maka ia hidup dengan hati yang rusak dan melenceng dari fitrahnya. Dijelaskan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada ad-dayyuts pada hari kiamat, dan tidak akan memasukkannya ke dalam surga”.[9]

Dayyuts adalah, seorang suami yang tidak memiliki sifat cemburu dan membiarkan isterinya berbuat maksiat. Dan sebaliknya, suami yang terlalu berlebihan rasa cemburunya akan hidup sengsara dan tersiksa, bahkan jarang seorang isteri yang mampu hidup lama dengannya, karena selalu merasa diawasi dan merasa tertekan.

Sikap yang wajar dalam masalah ini akan membawa dampak positif, terpeliharanya harga diri, kehormatan dan tercapainya kehidupan yang berbahagia. Sikap pertengahan dalam menyikapi rasa cemburu, artinya ia menjauh dari berprasangka buruk, tidak mencari-cari satu perkara secara mendetail bila tidak perlu, menghindari sikap tergesa dalam menerima berita -yang sengaja dihembuskan oleh orang yang mempunyai niat buruk- tanpa menyaringnya, berhati-hati terhadap perkara yang dikhawatirkan membahayakan, dan menjaga diri dari perilaku yang merusak. Jika hal itu dapat dipenuhi, maka itulah keutamaan yang sebenarnya. Sebaliknya, apabila tidak, maka akan membawa malapetaka bagi kehidupan rumah tangga.

Terkadang ada di antara para suami yang terjangkiti sifat cemburu buta. Dia merasa cemburu (pada isterinya) dari semua orang, sehingga isteri dilarang mengunjungi atau dikunjungi, meski kunjungan dari orang-orang mulia dan terhormat. Suami tidak bisa menerima, jika pintu rumahnya terbuka. Dia tidak merasa nyaman jika ada seseorang mengunjungi isterinya, tanpa sepengetahuannya. Atau saat ia tidak berada di rumah. Jika ia berangkat kerja, seluruh pintu ditutup, kunci-kunci dibawanya, dan setelah pulang seluruh kamar dikelilingi dan diamati. Sampai-sampai bila orang tua atau mahram dari isterinya datang berkunjung, maka harus menunggu di luar rumah sampai suami yang pecemburu itu tiba. Sungguh ini bisa menjadikan si isteri dan kerabatnya merasa tersinggung dan marah karena merasa tidak dihargai.

Kepada suami yang memiliki sifat demikian, rasanya lebih adil dan tepat jika dikatakan kepadanya: "Yang engkau lakukan itu, bukan termasuk cemburu yang benar menurut agama. Juga bukan kecemburuan seorang yang benar-benar disebut laki-laki. Itu tidak lebih sekedar kekhawatiran yang berlebihan, sehingga dengannya engkau telah membelenggu isterimu dari hak syar’inya. Dalam keadaan demikian, isterimu seperti bukan makhluk hidup padahal bukan pula benda mati. Engkau telah memadamkan cahaya kemuliaan dan kehormatannya. Nama baiknya akan menjadi pembicaraan di tengah publik. Sekiranya engkau termasuk orang muslim yang benar, yang berpegang pada akhlak dan etika Islam, tentu engkau akan melaksanakan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain". [al Hujurat/49:12].

Sebaliknya, ada seorang suami yang terpesona dengan peradaban modern dan kemewahan duniawi. Maka diajaklah isterinya pergi ke tempat-tempat hiburan, diberikanlah kebebasan kepada isterinya untuk berkenalan dengan orang lain, yang baik maupun yang buruk akhlaknya. Hingga akhirnya si isteri pun melakukan hal-hal yang dilarang agama. Ternyata kemudian, si suami merasa cemburu. Sesampai di ke rumah, dihitunglah kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat isterinya, hingga terjadilah perselisihan di antara mereka. Namun suami ini tetap lalai dan belum menyadari keteledorannya. Dia selalu saja membuka pintu rumahnya bagi siapa pun, kawan-kawan atau koleganya. Dia tidak merasa berdosa jika mereka datang saat ia tidak ada. Hingga akhirnya, jika telah ada berita buruk tentang kehormatan isterinya, dia baru menyadari kelengahannya, cemburu lagi, marah besar dan naik pitam.

Wahai, suami yang lalai! Kecemburuanmu tak lagi bermanfaat setelah semua petaka itu terjadi. Kecemburuanmu adalah kecemburuan yang dibenci, yang tidak membuahkan apa-apa selain kehancuran mahligai rumah tanggamu. Maka tinggalkanlah kecemburuanmu yang palsu itu. Gantilah dengan kecemburuan yang dibenarkan agama, yakni kecemburuan lelaki sejati, kecemburuan yang bijak dan tidak membabi-buta. Itulah kecemburuan yang dicintai Allah, yang tidak mungkin menjadi sebab timbulnya hal-hal negatif di kalangan orang-orang baik dan terhormat.

Bagaimana mengatasi cemburu dalam Islam agar tidak menjadi bencana?
~> Makna CEMBURU  menurut islam, maka Wajib hukumnya bagi suami memiliki rasa cemburu kepada istrinya. Nabi bersabda: “Tiga golongan yang tidak akan masuk syurga dan Allah tidak akan melihat mereka pada hari kiamat, orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya,wanita yang menyerupai pria dan dayuts.” (HR. Nasa’i, Hakim, Baihaqi dan Ahmad).  Dayuts adalah suami/kepala keluarga yang tidak cemburu terhadap istrinya.  Suami dituntut untuk memiliki cemburu kepada istrinya agar terjaga rasa malu dan kemuliaannya. Cemburu ini merupakan fitrah manusia dan termasuk akhlaq mulia. Cemburu ini dapat menjaga dan melindungi harga diri dan keluarga dari tindakan melanggar syariat. Kerusakan akhlaq dan moral atas nama modernitas telah mengikis rasa cemburu ini. Suami tidak lagi sensitif dengan penampilan istri yang mencolok, busana yang tidak menutup aurat, istrinya digoda orang lain, istrinya berkhalwat dengan pria lain Akibatnya pintu perselingkuhan terbuka lebar hingga berujung pada kehancuran rumah tangga.

Sa’ad bin Ubadah ra berkata: “Seandainya aku melihat seorang pria bersama istriku, niscaya aku akan menebas pria itu dengan pedang." Nabi saw bersabda: “Apakah kalian merasa heran dengan cemburunya Sa`ad? Sungguh aku lebih cemburu daripada Sa`ad dan Allah lebih cemburu daripadaku” (HR Bukhari Muslim). 
"Sesungguhnya Allah cemburu, orang beriman cemburu, dan cemburuNya Allah jika seorang Mu'min melakukan apa yang Allah haramkan atasnya" (HR. Imam Ahmad, al-Bukhari dan Muslim).




Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...